Minggu, 15 Mei 2016

Komunisme: bahaya laten atau isu laten?

Tulisan ini sama sekali tidak ingin mendukung komunisme, sebab secara legal jelas paham itu dilarang di sini. Selain alasan legal formal, juga secara historis tidak ada satu negara pun yang dianggap sukses menjalankan paham itu sebagai platform dan sistem kenegaraan. Uni Soviet terpecah belah, China mungkin tidak lagi disebut komunisme murni mengingat banyaknya arus modal yang masuk ke negeri itu. (Modal / kapital adalah 'musuh' komunis, bukan?). Demikian pula Vietnam.

Namun bahaya laten komunis dan isu komunis (demi kepentingan tertentu) timbul tenggelam di sini. Logo palu arit yang ditengarai marak akhir-akhir ini di berbagai kota, broadcast sekelompok anak muda menggunakan kaos berlogo PKI lewat medsos, dan sejumlah acara oleh eks tahanan atau mereka yang masih 'keturunan' PKI menjadi isu hangat akan bahaya laten PKI. Razia pun dilakukan TNI/Polri ke sejumlah kawasan/pertokoan/toko sablon mengendus kalau ada kaos berlogo palu arit (PKI).

Sebagai paham yang pernah mendapat tempat di Indonesia (ditunjukkan dengan menjadi partai ke-4 dalam Pemilu 1955), di sisi lain menjadi momok karena sejumlah pemberontakan, kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan PKI, komunisme akan selalu menjadi bahan gunjingan dan isu yang menarik. Bahkan 'maaf-memaafkan' pun menjadi term yang bisa menghasilkan narasi dan diskusi panjang.

Sebagai bahaya, apakah memang ada riil gerakan yang ingin menghidupkan kembali paham komunisme di Indonesia? Apakah mereka sedang benar-benar ingin menghidupkan kembali PKI? Dalam diskusi-diskusi kecil mungkin ada di antara mereka yang membahas ini, saya tidak tahu. Aparat intelejen tentu tahu. Apakah ada fakta tersebut? Atau jangan-jangan hanya cerita? Atau mungkin ada fakta beberapa orang memang ingin menghidupkan kembali PKI, namun fakta itu 'diceritakan' sebagai suatu bahaya besar yang sudah di depan mata. Melihat kucing sebagai harimau?

Namun, bagaimanapun kewaspadaan harus selalu dijaga. Luka lama jangan terulang.

Minggu, 23 Agustus 2015

'Semut Hitam' menutup pesta rakyat Jawa Tengah 2015

Rocker gaek yang sudah menjadi legenda Ahmad Albar menutup Pesta Rakyat Jawa Tengah 2015 yang digelar memeperingati HUT Jawa Tengah ke-65, di pelataran GOR Satria Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Lagu populer di tahun 80-an Semut Hitam menandai berakhirnya pesta rakyat yang berlangsung sejak 21 Agustus hingga 23 Agustus 2015 malam.

Ahmad Albar tampil bersama gitaris rock yang juga melegenda: Ian Antono. Berkolaborasi dengan Rockestra (?) dari Semarang. Tak kurang dari 6 lagu dibawakan rocker yang besar bersama grup God Bless. Lagu-lagu slow rock seperti Syair Kehidupan, Panggung Sandiwara dan Rumah Kita mampu mengobati kerinduan warga Purwokerto dan sekitarnya, khususnya penggemar musik rock. Juga lagu heavy rock macam Menjilat Matahari dan lagu pamungkas Semut Hitam.

Sebelumnya tampil Kikan, yang dalam satu sesi membawakan lagu Bendera berama Yodha Idol.

Ahmad Albar di GOR Satria Purwokerto
Namun bagi generasi yang lahir di tahun 60-an atau 70-an, God Bless lah yang dinantikan. Makanya, banyak di antara penonton yang sudah tampak berusia paruh baya, selain tentu anak-anak muda pencinta rock music, yang setia menunggui Ahmad Albar dan Ian Antono tampil di penghujung acara puncak Pesta Rakyat Jawa Tengah yang digelar di Kabupaten Banyumas tahun ini.

Ahmad Albar yang tahun ini berusia hampir sama dengan usia Republik Indonesia, -- 69 tahun (lahir di Surabaya 18 Juli 1946), masih mampu tampil energik, sekalipun di beberapa nada tinggi terpaksa harus menurunkan nada. Namun secara keseluruhan masih mampu menghibur wong Banyumas alias warga panginyongan.

Ahmad Albar masih memukau di Pesta Rakyat Jateng 2015
Ahmad Albar dan Ian Antono, bersama Kikan, diundang khusus oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk tampil di acara puncak Pesta Rakyat Jawa Tengah 2015, karena kecintaan Ganjar pada musik rock. Lebih khusus, Kikan disebut Ganjar sebagai musisi yang tidak hanya mencari materi, namun memiliki idealisme yang tinggi selain lagu-lagunya yang bernuansa nasionalisme. Kikan pernah menolak tampil di sebuah acara karena harus menandatangani kwitansi bodong alias tidak ditulis nominalnya. Hal yang rawan untuk manipulasi dan mark up oleh panitia. Ahmad Albar dan Ian Antono tentu karena senioritas di blantika musik Indonesia.

"Kita harus berterima kasih kepada Pak Ganjar Pranowo, karena berkat beliau lah kita ada di sini", kata Ahmad Albar tentang Ganjar Pranowo yang telah mengundangnya hadir di Purwokerto, di acara HUT Jawa Tengah yang ke-65.




Jumat, 09 Januari 2015

Tragedi Charlie Hebdo: tentang tata cara hidup bersama dalam 'desa dunia'

Tragedi penembakan yang menewaskan 12 orang di kantor majalah satire mingguan Perancis Charlie Hebdo, mendapat banyak perhatian dunia. Komentar pun bermunculan, yang mencerminkan cara pandang yang berbeda-beda. 

"Kalau kita berpikir, di negara seperti Prancis, Anda bisa mati karena ide-ide Anda atau bagaimana Anda ingin bicara, itu sangat mengejutkan,", kata Arsene Wenger, manager Arsenal, asal Prancis, tentang penembaan di kantor majalah yang terbit sejak 1969 itu, seperti dilansir detik.com.

Komentar Arsene Wenger tentu saja mewakili sebagian besar pandangan orang Prancis tentang 'kebebasan'. Bahwa apa pun tulisan, kata-kata, gambar boleh di-ekspresikan kepada publik, tenang kebebasan berpendapat. Tidak ada batasan etika, unggah-ungguh, ewuh pakewuh, apalagi 'perasaan' apakah sebuah publikasi mengandung penghinaan, pelecehan, atau hujatan kepada pihak lain. 
Ini seperti kata Stephane Charbonnier, pemimpin redaksi Charlie Hebdo yang ikut tewas, bahwa sebagai warga negara Prancis dia bisa menerbitkan apa saja :"Saya hidup dalam undang-undang Prancis. Saya tidak hidup berdasarkan undang-undang Al-Quran".
Bagi Charbonnier, Nabi Muhammad dan siapa pun tokoh boleh dibikin satir, dikritik, diparodikan, 'diplesetkan'. Ia tidak memiliki dan tidak mengenal 'tenggang rasa', tidak bisa membayangkan dan memposisikan diri, membayangkan perasaan para pengikut Nabi Muhammad, bahwa itu adalah hal yang dilarang karena Nabi Muhammad itu tokoh, nabi sekaligus rosul yang maksum (tanpa dosa karena mendapat bimbingan Allah sebagai utusan-Nya). 
Ia juga 'lupa' bahwa sekalipun ia hidup di Prancis, dengan 'konstitusi'-nya, ia juga hidup di planet bumi yang sudah menjadi global village, sebuah 'desa dunia' yang dihuni beragam manusia dengan beragam kepercayaan dan agama, dimana informasi kini berkembang sedemikian cepat, bahkan real time online. 
"Muhammad tidak suci bagi saya," jelasnya dalam wawancara dengan kantor berita AP pada tahun 2012, ketika kantor Charlie Hebdo terbakar karena serangan bom molotov
Barangkali tidak masalah kalau perkataan-nya itu masih sebatas obrolan yang tidak dipublikasikan. Atau sebuah pandangan pribadi yang 'sah' bagi siapa pun. Namun ketika pandangan itu kemudian diekspresikan dan dipublikasikan dalam bentuk gambar dan tulisan yang disebarkan kepada publik, lewat 'media massa', itu bagi pihak lain bisa dianggap sebagai provokasi dan sengaja membuat permusuhan. 
Apakah para penembak itu sudah lama mengincar Charlie Hebdo? Yang jelas tahun 2007 Charlie Hebdo harus membela diri di pengadilan sehubungan dengan kartun Nabi Muhammad, yang dicetak ulang di majalah itu, dan membuat marah umat Muslim dunia. Namun satir majalah yang antikemapanan itu amat beragam, termasuk membuat lelucon dari aspek-aspek Kristen dan Yudaisme.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Charbonnier mengatakan insiden serangan bom molotov ke kantornya pada 2011 merupakan serangan atas kebebasan dari 'ekstremis idiot' yang tidak mewakili komunitas Islam di Prancis. Begitulah 'kebebasan' bagi Charb, dan sebagian lagi di belahan dunia lain, adalah boleh menulis, menggambar, mempublikasikan apa saja dengan cara bagaimana pun. Tidak ada batasan, minimal simpati, bahwa itu menyinggung dan melukai perasaan orang lain. 
Masalahnya, apakah kekerasan (penembakan) harus dilakukan? Menarik komentar Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Komaruddin Hidayat, yang menilai kejadian penyerangan kantor Media Charlie Hebdo di Paris telah mencederai bangunan peradaban dan menimbulkan fitnah.
"Bagi saya keduanya telah mencederai bangunan peradaban dan menimbulkan fitnah yang merusak hubungan antar budaya dan agama yang tengah kita bangun bersama," ujar Komaruddin Hidayat, dilansir covesia di Jakarta, Jumat (9/1/2015). 
"Keduanya" itu menurut Komarudin Hidayat adalah :
(1) Media di Barat mestinya tahu apa saja yang dianggap tabu oleh umat Islam. Sebagaimana mereka tahu bahwa holocoust itu tabu dihujat bagi Yahudi;
(2) Penyerangan secara fisik dan brutal dengan alih membela agama juga tidak benar. Karena ini jelas mencederai nilai-nilai kemanusian dan agama;
Ia lalu menghimbau, seperti yang dilakukan masyarakat Australia, masyarakat muslim di Paris atau non muslim jangan terpancing dan memperburuk hubungan. Tunjukkan kekompakan untuk bersama menjaga kerukunan dan kedamaian serta melakukan kritik diri. Penghinaan dan penyerangan, baik verbal maupun fisikal, hanya akan menciptaan kebencian dan keresahan.
'Desa Dunia' ini tampaknya memang butuh tata cara hidup bersama baru, yang tidak hanya terkait dengan tata cara hubungan ekonomi dan politik, tetapi bagaimana tata cara itu juga meliputi hubungan antar ummat beragama sedunia, mana batasan yang harus saling diketahui. Sehingga kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi melalui media dengan 'pena' tidak menjadi 'racun' bagi dunia. 
MP, 090115

Rabu, 24 Desember 2014

Air Mancur Berkoh Purwokerto kini sudah mancur lagi...

Setiap hari saya berangkat-pulang kerja melewati bunderan air mancur Berkoh. Salah satu ikon Purwokerto yang sempat tak terurus. Kini, air mancur bunderan Berkoh sudah tampak cantik lagi. Air mancur yang mengelilingi tugu Adipura itu, dibenahi sejak tahun lalu ketika Bupati Banyumas Pak Ahmad Husen ingin merebut kembali piala Adipura sebagai lambang kebersihan dan keindahan suatu kota, setelah belasan tahun piala itu lepas dari Kabupaten Banyumas.

Dan di tahun 2014 ini, piala Adipura kembali bisa diraih oleh Kabupaten Banyumas. Kini Banyumas tidak lagi minder dengan kabupaten tetangga (Purbalingga) yang secara beruntun tiap tahun meraih Adipura. Tentu tidak hanya karena perbaikan air mancur ini sehingga Adipura bisa diraih. Tapi makna yang dalam dari air mancur ini adalah karena di tengah air mancur itu ada tugu lambang piala Adipura yang sempat belasan tahun 'hilang' dari Banyumas.

Letak sebenarnya di tengah-tengah proliman Pancurawis, yang menghubungkan Jalan Gerilya dengan Jalan Sudirman Timur, Jalan Suparjo Rustam arah ke RS Margono, Jalan ke arah Mersi dan Jalan Sunan Giri. Namun karena air mancur sendiri sudah menjadi nama yang sangat dikenal, maka bunderan itu lebih terkenal sebagai 'bunderan air mancur'. Memang hanya itulah air mancur satu-satunya yang ada di kota Purwokerto.

Sempat tidak terurus selama beberapa tahun, ditandai dengan air yang kotor, lumutan, tugu Adipura yang kusam, dan air mancur yang 'tdak mancur', bahkan sempat menjadi kolam pancing. Kini setelah direhab bak air dan 'kluwung'  bunderan-nya, sudah menampakkan keasriannya. Karena keindahanya itu pula, beberapa pasangan menjadikannya sebagai background foto pre wedding. Pasangan berdiri atau duduk di tembok kluwung air mancur, dengan pose mesra dan romantis, seromantis gerakan-gerakan air yang  terus memancar dan memancur ke arah tugu Adipura.

Di malam hari dengan lighting yang cerah, pancuran air nampak berkilau, dan jika angin bertiup, pancuran air akan bergoyang berliuk-liuk...kalau cuaca cerah, beberapa orang suka duduk-duduk di bunderan air mancur itu. Asyik juga ya...

photo: KLIKMG.COM photographer Indonesia

Khalil Gibran dan Pencarian Kesempurnaan Hidup

Khalil Gibran
Suatu hari, Khalil Gibran --seniman, penyair dan penulis kelahiran Lebanon-- bertanya kepada gurunya :
"Bagaimana caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup..?"

Sang Guru : 
"Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang paling indah menurutmu dan jangan pernah kembali kebelakang..!"

Setelah berjalan dan sampai di ujung taman, Khalil Gibran kembali dengan tangan hampa, lalu Sang Guru bertanya :

"Mengapa kamu tidak mendapatkan bunga satu pun...???" 

Gibran : 
"Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya, tapi aku tidak memetiknya, karena aku pikir mungkin yang di depan pasti ada yang lebih indah. Namun ketika aku sudah sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku lihat tadi adalah yang TERINDAH, dan aku pun tak bisa kembali kebelakang lagi..!" 

Sambil tersenyum, Sang Guru berkata : 
"Ya, itulah hidup.. semakin kita mencari kesempurnaan, semakin pula kita tak akan pernah mendapatkannya. Karena sejatinya kesempurnaan yang hakiki tidak pernah ada, yang ada hanyalah keikhlasan hati kita utk menerima kekurangan.." 

Pesan moral bisa kita ambil dari penggalan kisah di atas:
• Bila tak kuasa memberi, jangan mengambil. 
• Bila mengasihi terlalu sulit, jangan membenci. 
• Bila tak mampu menghibur orang, jangan membuatnya sedih. 
• Bila tak mungkin meringankan beban orang lain, jangan mempersulit/memberatkannya. 
• Bila tak sanggup memuji, jangan menghujat. 
• Bila tak bisa menghargai, jangan menghina.

"JANGAN MENCARI KESEMPURNAAN, tapi sempurnakanlah apa yg telah ada pada kita..."

*) dari posting-2 di BBM dan WA (ditulis kembali di blog ini agar kata-kata bijak ini bisa dibaca orang lain).